Sekilas Kisah Dalem Santapura

Prabu Lembu Agung dinobatkan menjadi Raja Sumedanglarang pada saat bulan gelap tahun Saka. Namun beliau tidak lama memangku tahta kaprabon (778 - 839 M), tahta kekuasaan diserahkan kepada adik kembarnya atau Prabu Gajah Agung, kemudian beliau menjadi Resi (ngaresi) yang mempunyai kewajiban menata agama.

Selama menata agama, telah baerhasil membangun sarana-sarana ibadah di kawasan Gunung Sanghiyang (Cibugel), pegunungan Penuh, Mandalasakti, Gunung Simpay. Kemudian mendirikan perkampungan di daerah Bagala Asih Panyipuhan dengan membuka hutan angker yang disebut Negara Keling (Negara Hitam) tempat bersemayamnya makhluk jin. Setelah menjadi pemukiman diganti namanya menjadi Karang Kawitan (Karang = tempat, Kawitan = yang pertama). Tempat tersebut dijadikan tempat pertemuan para resi dan keluarga raja atau petinggi kerajaan.

Selain itu beliau sebagai pengembang ilmu Kadarmarajaan, suatu ilmu yang memberi petunjuk terhadap kemulyaan hidup, melalui penjabaran yang nyata. Landasan panca kaki merupakan landasan untuk saling mengenal, saling memahami dan saling pengertian diantara sesame manusia.

Atsar (Petilasan) Prabu Lembu Agung pertama kali ditemukan di Gunung Sanghiyang, kemudian dipindahkan ke Astana Gede yang terletak di Desa Cipaku Kecamatan Darmaraja.


Cerita Penduduk Darmaraja Dalem Santapura

Buah perkawinan Prabu Lembu Agung dengan Banon Pujasari melahirkan Santapura. Sejak kecil tinggal bersama ayahnya di Kampung Muhara Leuwihideung Darmaraja. Setelah Lembu Agung turun tahta, Santapura tinggal di padepokan Lemah Sagandu atau Cpeueut (Cipaku). Disanalah Santapura bersama kerabat diwirid ilmu keagamaan dan ilmu kdarmarajaan sebagai cikal bakal ilmu kasumedangan. Ilmu Kadarmarajaan banyak menerangkan tentang kepemimpinan dan membat petunjuk tentang cara-cara untuk memperoleh kekuatan gaib. Untuk memperoleh ilmu tersebut diharuskan melakukan ilmu tapabrata di tempat yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Dengan cara itulah Resi Peteng Adji (Lembu Agung) menempa mental anak cucunya. Rupanya Lembu Agung sengaja mempersiapkan Santapura untuk mensiarkan Agama Tauhid (Suci) di daerah darmaraja.

Suatu waktu, Santapura diperintah bertapa di tepian sungai Cimanuk yang tidak jauh dari Cipeueut. Di tepi sungai Cimanuk berderet pohon-pohon besar, diantara pepohonan itu terdapat pohon Tanjung yang usianya sudah tua. Oleh penduduk setempat dianggap memiliki kekuatan Bathin. Di bawah pohon Tanjung terdapat batu persegi empat dengan warna kehitam-hitaman, sebagai tempat bertapa nenek moyang. Disanalah ia bertapa untuk mendapatkan ketajaman panca inderanya dan selama bertapa mendapat pengawalan saudara dekatnya.

Setelah selesai bertugas, ia menancapkan tongkat di dekat pohon Tanjung, tiba-tiba keluar air harum semerbak. Santapura berkata kepada pengawalnya; “nyeungitan di Ciwangi, mancuhkeun di Cipaku (mengharumkan air wangi, menguatkan seperti paku). Sejak itulah tempat tersebut dikenal Ciwangi dan disitu pulalah Santapura mendirikan padepokan kecil yang asri, yaitu tempat berguru ilmu lahir dan bathin. Padepokan tersebut banyak di datangi oleh penduduk yang haus ilmu, lalu berguru agamam selanjutnya menetap di situ dan sampai menutup usia di sana.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama