Beberapa Situs di Sumedang Yang Terancam Oleh Bendungan Jatigede



Melestarikan peninggalan sejarah adalah kewajiban bagi setiap bangsa dalam menjaga akar eksistensi dari bangsa-bangsa tersebut, di samping menjaga hal-hal lain yang telah menjadi bagian dari identitas mereka. Namun, dalam kenyataannya itu tidaklah mudah. Ada saja peninggalan sejarah yang terancam dengan adanya pembangunan di dekatnya. Sebagian dapat dipindahkan, namun sebagian lagi tidak dapat dipindahkan.

Salah satunya yang kini terjadi di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Proyek Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat telah diusahakan sejak era presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno. Namun, dalam perkembangannya proyek ini mengalami berbagai kendala. Salah satu kendala itu adalah, proyek raksasa ini berpotensi mengancam keberadaan peninggalan sejarah yang ada di Sumedang. Ditambah lagi proyek ini dijalankan di wilayah yang sangat rawan. Sebuah komunitas yang menamakan diri dengan Komunitas Kabuyutan pun bangkit untuk menolak pembangunannya. Perkembangan saat ini, direncanakan waduk ini telah mulai diisi air pada tanggal 1 Agustus 2015 yang lalu

Memang, proyek Waduk Jatigede ini menimbulkan masalah, mulai dari lokasinya yang sangat rawan hingga dampak yang akan ditimbulkan jika ditinjau dari lokasi tersebut. Jika diperhatikan, Kabupaten Sumedang menyimpan banyak sekali peninggalan sejarah yang perlu dilestarikan. Namun, dalam kasus Waduk Jatigede, melestarikannya bukan berarti harus memindahkannya. Boleh saja peninggalan sejarah berupa artefak dapat seperti yang direncanakan. Namun patut diketahui, bahwa situs-situs bersejarah yang terancam proyek bendungan ini tidak dapat dipindahkan begitu saja. Dikutip dari Mang Asep Kabayan (nama asli beliau adalah Asep Indra Kurniawan) selaku salah satu aktivis Komunitas Kabuyutan, beliau menyatakan bahwa suatu situs berkaitan dengan titik koordinat GPS dan memindahkan sebuah situs adalah sama saja menghilangkan situs, karena yang ada hanya tiruan/replikanya. Tentunya ini juga menghilangkan nilai historis yang melekat pada situs-situs tersebut.

Data dari Balai Arkeologi (Balar) Bandung, dan penelusuran ahli sejarah Dr. Nina Herlina Lubis, M.S. Menurut Balar dan Nina, di kawasan Jatigede setidaknya ada 25 situs arkeologi, kebanyakan berupa makam kuno. Di beberapa situs, menurut Ketua Satgas Penanganan dan Percepatan Relokasi Situs/Cagar Budaya Jatigede, ditemukan punden berundak, dan arca peninggalan masa lalu.

Menurut Nina, situs di Jatigede itu sebagian merupakan peninggalan masa prasejarah, masa Kerajaan Tembong Agung (cikal bakal Sumedanglarang), makam leluhur pendiri desa, ada juga yang tidak diketahui asal-usulnya. 

Secara arkeologis, katanya, peninggalan-peninggalan itu memperlihatkan adanya transformasi dari masa prasejarah (masa sebelum dikenal tulisan) ke masa sejarah (masa setelah dikenal tulisan). Jadi,  makam kuno yang tergolong budaya megalit itu, adalah warisan prasejarah yang terus difungsikan pada masa sejarah. Mengenai rincian Situs Jatigede tersebut:


Situs Jatigede
Situs ini terdiri dari peninggalan sejarah yang sebagiannya berasal dari masa prasejarah, masa Kerajaan Tembong Agung/Sumedang Larang, dan sebagian lagi adalah makam leluhur pendiri desa. Ada juga makam-makam yang tidak diketahui asal-usulnya.

1. Situs Leuwiloa. Situs ini berupa makam kuna (keramat) Embah Wacana. Berlokasi di Kampung Leuwiloa, Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja.
2. Situs Nangewer. Situs ini berupa makam kuna (keramat) Embah Mohammad Abrul Saka, yang berlokasi di Kampung Nangewer, Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja.
3. Situs Tembong Agung. Situs ini merupakan bekas-bekas kerajaan Tembong Agung yang sulit dikenali. Hanya ditemukan sebaran keramik Cina dari masa Dinasti Ming. Berlokasi di Kampung Muhara, Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja.
4. Situs Pasir Limus. Situs ini berupa kompleks makam kuna Eyang Jamanggala, Eyang Istri Ratna Komala Inten, Eyang Jayaraksa (Eyang Nanti), dan makam lain. Di sebelah timur makam ini terdapat monolit. Diduga ada tatanan batu membentuk bangunan berundak. Makam ini disebut juga dengan petilasan Tilem.
5. Situs Muhara. Situs ini berupa makam keramat Eyang Marapati dan Eyang Martapati, yang berada di Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja.
6. Situs Marongpong. Situs ini berupa makam keramat Embah Sutadiangga dan Embah Jayahdiningrat, pendiri Kampung Cihideung, yang berlokasi di Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja.
7. Situs Nangkod. Situs ini berupa makam Embah Janggot Jaya Prakosa, yang berlokasi di Kampung Nangkod, Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja.
8. Situs Sawah Jambe. Situs ini berupa tiga batu berdiri (menhir) yang terletak di Kampung Sawah Jambe, Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja.
9. Situs Lameta. Situs ini berupa makam keramat Embah Dira dan Embah Toa, pendatang dari Betawi yang membedah aliran Cihaliwung dan Cisadane. Tokoh ini juga diceritakan sebagai orang (tempat lalandong/berobat) Prabu Siliwangi. Berlokasi di Kampung Lameta, Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja.
10. Situs Betok. Situs ini berupa kompleks makam. Situs ini berlokasi di Kampung Betok, Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja.
11. Situs Tanjungsari. Situs ini berupa kompleks makam kuna Embah H. Dalem Santapura bin Betara Sakti, seorang penyebar agama Islam di Darmaraja, dengan enam makam putranya. Berlokasi di Dusun Kebon Tiwu, Desa Cibogo, Kecamatan Darmaraja. Di lokasi ini juga terdapat makam Demang Patih Mangkupraja, Patih Sumedang di masa Pangeran Kornel, dan makam-makam para juru kunci. Di dekat situs terdapat sumur kuna yang disebut Cikahuripan.
12. Situs Munjul. Situs ini berupa kompleks makam dengan makam utama Singadipa. Situs ini berlokasi di Kampung Munjul, Desa Sukamenak, Kecamatan Darmaraja.
13. Situs Keramat Eretan. Situs ini berupa berupa makam keramat Embah Geulis, istri Prabu Gajah Agung, dan makam-makam lainnya. Situs ini berlokasi di Kampung Cisurat, Desa Cisurat, Kecamatan Wado.
14. Situs Cipawenang. Situs ini berupa mata air yang dikeramatkan. Situs ini berada di Kampung Cigangsa, Desa Pawenang, Kecamatan Wado. Konon mata air ini dibuat secara ajaib oleh Nyi Mas Ratu Asih, putri dari Kerajaan Nunuk di Majalengka.
15. Situs Cgangsa. Situs ini berupa kompleks makam umum yang masih difungsikan hingga sekarang. Pada bagian yang paling atas terdapat kelompok makam yang dikeramatkan, di mana terdapat makam utama yaitu makam Embah Dalem Raden Arya Wangsa Dinaya. Situs ini berlokasi di Kampung Cigangsa Desa Pawenang, Kecamatan Wado.
16. Situs Gagak Sangkur. Situs ini berupa berupa makam keramat Raden Aria Sutadinata ( berasal dari Banten). Situs ini berlokasi di Kampung Sundulan, Desa Padajaya, Kecamatan Wado.
17. Situs Tulang Gintung. Situs ini berupa makam keramat Eyang Haji Rarasakti atau Jayasakti. Situs ini berlokasi di Pasir Leutik, Kampung Sundulan, Desa Padajaya, Kecamatan Wado.
18. Situs Keramat Gunung Penuh. Situs ini berupa makam keramat Tresna Putih. Situs ini berlokasi di Kampung Bantarawi, Desa Padajaya, Kecamatan Wado.
19. Situs Keramat Buah Ngariung. Situs ini berupa makam Embah Wangsapraja, seorang penyebar Islam di Buah Ngariung. Situs ini berlokasi di Kampung Buah Ngariung, Desa Padajaya, Kecamatan Wado.
20. Situs Curug Mas. Situs ini berupa tiga objek. Pertama, kompleks makam Embah Dalem Panungtung Haji Putih Sungklanglarang, seorang penyebar agama Islam dari Kesultanan Mataram dan makam pengikutnya yang bernama Angling Dharma. Kedua, air terjun Curug Mas yang diyakini sebagai tempat penyimpanan bokor emas, bakakak (ayam dibelah) emas, dan tumpeng emas. Ketiga, sumur keramat yang dinamakam Sumur Bandung. Situs ini berlokasi di Kampung Cadasngampar, Desa Sukareksa, Kecamatan Jatigede.
21. Situs Cadasngampar. Situs ini berupa kompleks makam Aki Angkrih, seorang pendatang dari Sumatra yang mendirikan Kampung Cadasngampar, dan makam keluarganya yang lain yaitu Nini Angkrih, Aki Kulo, dan Nini Kulo. Situs ini berlokasi di Dusun Cadasngampar, Desa Sukareksa, Kecamatan Jatigede.
22. Situs Tanjakan Embah. Situs ini berupa makam keramat Embah Jagadiwangsa dan Embah Sadaya Pralaya. Situs ini berlokasi di Desa Jemah, Kecamatan Jatigede.
23. Situs Sugalih. Situs ini berupa lima makam yang dilengkapi bangunan cungkup. Tokoh utama yang dimakamkam adalah pendiri desa yaitu Eyang Akung. Di sebelah baratnya adalah makam istrinya, selanjutnya makam Aki Gading dan dua makam lagi yang tidak diketahui namanya. Situs ini berlokasi di Dusun Sukagalih, Desa Jemah, Kecamatan Jatigede.
24. Situs Keramat Aji Putih. Situs ini berlokasi di Kampung Cipeueut, Desa Cipaku, berupa makam Ratu Ratna Inten Nawangwulan, makam Prabu Aji Putih, dan makam Resi Agung. Makam Ratu Ratna Inten Nawangwulan berlokasi di tengah persawahan. Makam istri Prabu Aji Putih ini sampai sekarang dikeramatkan oleh penduduk dan masih diziarahi orang, baik dari penduduk setempat maupun dari luar daerah dengan keperluan yang berbeda-beda. Makam Prabu Aji Putih berlokasi di sebelah timur laut makam istri beliau tersebut. Bertempat di puncak bukit yang dikelilingi parit dan tidak jauh dari Sungai Cibayawak. Makam Resi Agung berlokasi di puncak bukit sebelah utara Makam Prabu Aji Putih, dan dikenal sebagai guru dari Prabu Aji Putih. Makam ini juga dikeramatkan dan diziarahi.
25. Situs Astana Gede Cipeueut. Secara administratif situs ini terletak di Kampung Cipeueut, Desa Cipaku, Kecamatan Darmaraja. Lokasi situs terletak di pinggir jalan masuk ke Desa Cipaku dan menyatu dengan pemakaman umum warga setempat. Di situs ini terdapat tiga objek berupa makam Raja Sumedang Larang, Prabu Lembu Agung, Embah Jalul, dan istri Prabu Lembu Agung. Ketiga makam tersebut sampai sekarang masih dikeramatkan oleh masyarakat setempat dan luar daerah.

Itulah beberapa peninggalan sejarah di Kabupaten Sumedang, khususnya yang berada di wilayah genangan Waduk Jatigede. Dan sebagian telah direlokasi

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama